Senin, 07 Januari 2008 0 comments

Lelaki Asing



pagi tanggal 12 bulan sembilan, musim dingin kali ini memang terasa beda dari biasanya, di tengah hamparan padanag pasir negeri tiong hong di daerah tingkok selatan suasana sepi seakan semakin terasa. di depan sana sekitar tiga tombak kedepan atau seratus meter mulai tampak bangunan perkampungan meski ada beberapa orang berjenggot bermantel tebal dan satu dua ibu- ibu gembrot berjualan jeruk besar di pinggir-pinggir jalan namun suasana sepi dan sunyi toh tak dapat terelakkan juga.
di dalam bis yang melaju pelan itu masih duduk seorang pemuda bertubuh tak terlalu kekar. wajahnya agak kemerah-merahan dan hidungnya seperti habis digigit kalajengking sehingga tampak merah keunguan karena menahan nafas dingin yang keluar masuk dari hidungnya. ia duduk di kursi lusuh dengan pengait besi tua yang bersandar di pojok bis itu. tak tahu kebetulan atau tidak saat itu hanya pemuada itu sendiri yang tersisa dalam bis reot berasap hitam dengan suara yang tak karuan bisingnya. di depannya sekitar sela tiga kursi terlhat soerang komsari berjaket selutut dan berambut cepak. tak ada yang spesial dari tukang karcis itu kecuali jaket kumuhnya yang entah sudah berapa bulan tak dicucinya. pemuda itu adalah siau lu tian (pemuda asing). ia berjuluk pemuda asing karena memang pemuda itu bukan salah seorang dari anggota perkamungan gam' i kat itu. pemuda pendatang itu kabarnya adalah seorang dari negeri timur yang selalau berkelana kemana saja. entah apa yang ia cari di negeri sepi ini tak seoarangpun tahu maksud hatinya. atau mungkin pemuda itu memang hanya menuruti hobinya yang selalu ingin berjalan dan mencari suasana yang baru.
setelah agak lama akhirnya pemuda itu berdiri dari duduknya kemudian bersandar di depan pintu bis seakan memberikan isyarat bersiap untuk turun di perbatasan depan. tanpa meminta turun sang supir pun langsung menginjak rem perlahan dengan sepatu hitamnya yang terlihat agak kebesaran. bis berhenti dan pemuda itu turun. sebelum benar benar meninggalkan bis pemuda itu sempat mengucapkan kata terima kasih kepada sopir separo baya itu "terima kasih " kata pemuda itu dengan nada tanpa ekspresikemudian dengan suara agak serak mungkin karena kelelahan sopir itu menjawab "tak usah kau sungkan nak"

sebelum menuju ke arah rumah bambu di sebelah toko kecil di ujung jalan lu tian sengaja memutar arah dan berjalan ke kerumunan orang di sebelah kanan. terlihat di sana sebuah pasar yang tak terlalu ramai oleh pengunjung. lu tian sejenak mengernyitkan dahinya, wajahnya nampak keheran heranan melihat suasana di sekitar pasar. meskipun ada beberapa pedagang dan sekerumunan orang yang berseliweran di jalan namun anehnya semenjak tadi tak sepatah katapun lu tian mendengar suara manusia. bukankah seharusnya pasar dipenuhi ocehan ibu ibu gembrot tentang masalah lelaki lelaki mereka atau sekadar suara ceriwis dua pedagang yang mengesalkan harga makanan yang terus saja naik.

"ah...di musim dingin seperti ini mungkin saja manusia menjadi kehilangan selera bicara mereka, atau jangan jangan sekarang bukan hanya selera bicara mereka saja yang hilang....bahkan selera berfikir pun iya" dengung lu tian dalam hati.

karena tak mendapatkan maksud yang ia cari lu tian pun langsung berputar arah dan memutuskan untuk sesegera mungkin berada di kursi empuknya sambil ngaso sejenak. ia membayangkan betapa nikmatnya menyeruput teh hangat khas daerah ini. ya...banyak orang lebih mengenalnya dengan arousa teh kerbalut kertas lusuh bergambar lukisan sederhana seorang perempuan dengan pakaian pengantin ala tiongkok.

di depan pintu sudah berdiri sesosok lelaki belum terlalu tua. ia berjanggut halus dan perawakannya tidak terlalu kecil tapi juga bukan gendut. dia adalah mu kong thi kakak seperguruan lu tian yang hidup seatap dengannya. selain kong thi ada lagi seorang penghuni rumah lu tian dia juga seorang taoya (kakak seperguruan) namanya ku lim in. badannya kurus kering dengan rambut agak panjang tak terurus pantas saja ia kelihatan lusuh dan kurus mungkin karena ku lim adalah satu dari orang yang tidak bisa hidup tanpa pipa rokoknya. atau mungkin kelusuhan pada dirinya karena suatu hal yang sangat berat dan amat menyedihkan hanya ku lim sendiri yang tahu.

*****

belum ada setengah jam lu thian mengistirahatkan tubuhnya tiba tiba ia sedikit terkaget. lu thian mendengar langkah kaki seorang wanita yang jaraknya masih sekitar sepuluh li dari pintu rumah ini.

terang saja lu thian dapat merasakan langkah kaki itu. bahwa lu thian memiliki pendengaran yang setajam binatang buas itupun tak aneh.

namun yang membuat lu thian terheran adalah bahwa wanita itu telah sampai di depan pintu hanya dalam waktu lima menit saja. jika dia wanita biasa mungkin butuh setengah jam untuk sampai di depan pintu. tentunya ilmu Gikang (ilmu peringan tubuh) wanita tersebut bukanlah rendah. setahu lu thian di dunia ini hanya beberapa wanita saja yang sanggup menguasai ilmu gikang sampai level setinggi itu.

"Tok...tok...tok...."
"adakah seorang di dalam"
terdengar suara wanita dari luar pintu. setajam pendengaran lu thian suara itu sangat tidak asing didengarnya. suara yang sebenarnya merdu dengan intonasi yang seperti dibuat buat. namun ada satu hal yang membuat lu thian tidak berani memastikan suara wanita itu. seandainya tidak bercampur suara agak serak mungkin lu thian akan segera berani memastikan suara wanita itu. seraknya pun agak aneh seakan habis menangis berhari hari hingga ciri has suara aslinya memudar.

tak ingin semakin lama penasaran lu thian langsung mendekati gagang pintu dan menariknya. cara lu thian memegang gagang pintu itu pun sangat khas sekali seperti sedang memegang sebilah pedang yang siap menebas tubuh lawannya.

sekonyong konyong rasa penasaran lu thian pun berubah hilang dan berganti rasa keheranan. terang saja karena wanita yang saat ini berada di depannya memang bukan orang yang asing lagi bagi lu thian. wanita itu belum terlalu tua umurnya sekitar 22 malah mungkin setahun dibawah. jika dinilai dari bentuk tubuhnya yang sedang saja tidak gembrot tapi juga tak terlalu kurus pastiah banyak lelaki yang menginginkannya. sorot mata wanita itu agak sembab seperti habis menangisi sesuatu namun tetap memancarkan cahaya yang berbeda. cahaya yang mewakili kecerdasan serta kecekatan wanita ini. sepasang pipi agak tebal namun berlubang di dekat bibirnya membuat lelaki manapun pasti akan memberikan julukan si manis padanya.

wanita itu tak lain dan tak bukan adalah lim si im salah seorang taose (kakak seperguruan perempuan) dari perguruan yang sama dengan lu thian yaitu perguruan kam thiang kong.

segera lu thian mempersilakan si im duduk di sebuah kursi panjang dengan kain merah bermotif kulit ular.

sementara lu thian sedikit berbasa basi dengan taosenya langsung pun mu kong thi keluar dari kamarnya. ternyata memang kedatangan si im sengaja mencari kong thi untuk satu urusan.

melihat cara si im memandang wajah kong thi, lu thian langsung dapat menngerti maksud kedatangan si im kemari.

sebagai kakak pertama kong thi memang terkenal seorang yang sangat bijaksana. banyak adik seperguruan bahkan mungkin hampir semua adik seperguruan kam thiang kong menjadikan taoya kong thi sebagai tempat curat dan sekadar memnta petunjuk. mungkin karena umurnya yang sudah kenyang makan asam garam dunia maka banyak petuah kong thi yang selalu dapat mengayomi adik adiknya.

ada yang meminta diajari pelajaran tamhoa (ilmu kesarjanaan), ada yang sekadar mencari teman ngobrol ada pula yang dengan malu malu meminta pendapat tentang masalah pacarnya tak sedikit pula yang datang hanya untuk meminjam setahil dua tahil uang.

*****

"marilah ku suguh kau dengan makanan sekadarnya"
ucap kong thi mendekatkan sebuah mangkuk berisi sejenis bubur ayam ke depan si im

"aku tidak makan, beberapa hari ini aku kehilangan selera makanku"
jawab si im dengan bibir yang agak maju terkumpul ke depan.

"haha........."
terdengar kong thi tertawa tersundul sundul mendahului lu thian yang sejak tadi wajahnya berubah memerah karena menahan tawa yang segan dikeluarkannya.

kemudian kong thi menimpali,
"jika kau perlu membuat perhitungan dengan lelaki busuk itu maka hendaklah tak perlu dengan menyiksa dirimu sendiri. aku rasa bekas lelakimu juga tak akan memedulikanmu walau kau siksa dirimu sendiri"

kemudian tanpa disuruh si im pun langsung terbata bata menceritakan satu satu dosa lelaki busuk kekasihnya itu, tentu saja diselingi makian makian yang sebenarnya baru kali ini si im membiasakan melafalkannya.

"mengapa harus aku yang selalu mengirimkan layang padanya?, mengapa harus selalu aku yang mencarinya, menghubunginya, mencemaskannya, dan.....kalaulah dia masih mencintaiku tentu dia akan mencoba mencariku tapi....apa"

tiba tiba kalimat si im terhenti karena tenggorokannya bertabrakan suara aslinya dengan sedu tangis.

di sebelah si im tepat di sebuah kursi putih lu thian seperti tak menghiraukan kesahduan cerita si im. lu thian lebih asik memelototi buku lusuh yang sejak tadi hanya dibolak balik dengan tangannya sendiri.

namun akhirnya toh naluri pecinta lu thian tak sanggup juga berdiam diri. tanpa perintah jiwa itu seakan ingin membantah kalimat kalimat si im.

"kemudian apa yang salah jika seorang pencinta tak pernah mendapatkan balasan layang dari kekasihnya?, apa juga yang salah jika sang pencinta selalu menghubungi dan mencari kaki kekasihnya meski kekasihnya tak pernah mau tahu keberadaannya?"

"mengapa pula kita harus menghitung berapa kali kita mengirim layang untuk kekasih, untuk apa pula kita harus pikirkan berapa kali kita tersesat mencari keberadaan kekasih, dan mengapa kita harus peduli apa yang ingin di lakukan kekasih"

"bukankah cinta hanya mengajarkan untuk memberi, tanpa meminta balasan sekecil pun"

siapa yang tak tertegun jika mendengar jawaban lu tian yang panjang lagi bernada pembelaan, apalagi saat ini kondisi si im sedang tak karuan rasanya.

namun dalam keterjebakan itu si im masih dapat menjawab lu tian dengan hanya memberi satu pertanyaan balik

"lalu kenapa dia tak pernah mencoba memberi lagi padaku, tak pernah lagi berusaha mencariku, mungkinkah dia sudah tak cinta lagi padaku? dan untuk apa pula aku harus mencintai seorang yang tak lagi mau peduli dengan diriku?"

tiba tiba saja lu thian terdiam. wajahnya berubah menjadi agak kemerah merahan tapi berselimut pucat. dengan gagap pun lu tian menjawab

"maaf...si im aku belum punya jawaban untuk pertanyaanmu itu"

siapa yang tahu di balik ketenangan dan kesabaran lu tian tersimpan kebekuan yang hampir tak terungkapkan lagi. senyuman lu thian tak lebih dari sebuah kresek hitam yang di buat untuk menutupi luka yang tak terobati. pada akhirnya orang lain pun akan segera bisa membaca nya.

betapa tidak, kalimat kalimat si im itu bahkan terasa lebih menyakitkan dari pada sebilah pedang yang ditusuk tusukan ke dada lu thian.

meskipun tak sama persis tapi setidaknya lu tian juga pernah merasakan apa yang dirasakan si im saat ini. bahkan mungkin sampai saat ini kepiluan yang serupa gunung es itu belum dapat mencair di dalam hati lu thian.

seketika saja lu thian teringat pada sosok perempuan cantik yang ditinggalkan pergi demi sebuah perantauan yang tak jelas maksudnya. meski lu thian sangat paham seorang perempuan tak akan pernah sanggup berdiri tanpa kekasih di sampingnya namun toh ia tetap harus melanjutkan pengelanaannya.

dalam pada itu lu thian sadar hanya akan ada dua hasil dari keputusannya itu. kalau bukan perempuan itu akan bunuh diri maka dia pasti sudah akan berada di pundak lelaki lain.

sambil menyengir lu thian kembali mengalihkan pandangannya ke arah buku di atas meja. namun meskipun lu thian mencoba membuang ingatan itu tak bisa juga dia menghilangkan bayangan perempuan yang sangat dia cintai.

lu thian masih saja terngiang suasana sore hingga malam kala itu. sekilas terlihat bayangan seorang perempuan sepundak tak terlalu putih, rambutnya panjang melewati bahu agak beromabk tapi bukan keriting. dia yang mempunyai mata hitam dengan sorot sinarnya yang tajam seperti mata kucing di malam hari tapi lebih besar. perpaduan antara mata indah itu, dengan hidung tegak, dan bibir manis itu sungguh membuat hati lu thian tak pernah bisa melupakannya. jika bibirnya tergerak melengkung keatas maka taman bunga di sebelah rumah lu thianpun akan kalah indah. betapa senyum perempuan itu lebih indah dari sekuntum bunga sakura yang menghiasi sore hari ini. suara indahnya pun bukan kalah indah dari nyanyian burung kutilang yang bernyanyi di pohon samping jendela rumah lu thian saat ini. tapi bagaimana keadaannya sekarang, saat ini lu thian tidak berani memikirkannya.

bersambung sampai waktu yang belum pasti
======

Baca SelengkapnyaLelaki Asing
 
;