Rabu, 03 September 2008

Agustusan, Cairo Sepi



Bagi orang indonesia tanggal 17 agustus pasti memiliki arti tersendiri. Hari di mana 63 tahun yang lalu para pejuang bangsa mendeklarasikan kemerdekaannya untuk yang pertama kali. Dan layaknya sebuah hari yang bahagia kita sebagai anak cucu dari para pejuang pastilah akan selalu memperingati dan mengenang hari kemerdekaan itu yang kerap kali dikatakan pula sebagai hari lahirnya negara Indonesia.

Di kampungku biasanya beberapa hari menjelang tanggal 17 agustus banyak masyarakat yang sibuk dengan pelbagai acara. Mulai dari pamong desa yang menyiapkan macam-macam acar hiburan masyarakat hingga pemuda-pemuda kampung masing-masing yang berinisiatip mengadakan acara sendiri di tempatnya.

Di sepanjang jalan kita akan melihat hiasan-hiasan merah putih dan disetiap pelataran rumah kamu akan menemui sebuah tiang bambu terpasang tegak dengan bendera merah putih berkibar diatasnya. Sungguh sangat indah memang pemandangan seperti itu. Kita seakan merasakan betapa bahagianya nikmat sebuah kemerdekaan yang dulu mati-matian diperjuangakan para pejuang kita. Bahkan sampai-sampai ada selogan “Merdeka Atau Mati”.

Dulu semasa aku masih sekolah di bangku SMA, disekolahku pasti ramai dengan kegiatan. Dua hari sebelum tanggal 17 ada banyak lomba yang biasanya diselenggarakan oleh pengurus OSIS. Ramainya bukan main mulai dari lomba makan kuwaci, pukul balon, balap karung, sampai baca puisi bahkan teater segala. Ah kalau ada orang yang mengatakan bahwa masa-masa SMA adalah masa-masa terindah dalam hidup seseorang mungkin aku yang pertama kali akan meng-iya-kan.

Biasanya puncak acara di sekolah ditandai dengan acara karnaval yang diselenggarakan bekerjasama dengan pihak desa. Masing-masing kelas menyiapkan atraksi dan atributnya yang lucu-lucu dan atraktif. Dulu ajang karnaval selalu dijadikan sebagai ajang yang sangat prestis dikalangan antar kelas. Ada suasana saling jegal dan saling intip tentang sesuatu yang akan ditampilkan tiap kelas dalam ajang karnaval nanti. Aneh-aneh memang ada yang membuat replika perjuangan ada pula yang memakai pakaian ala pahlawan zaman dulu. Lengkap dengan yel-yel yang disetiap jalan tidak henti diteriakkan oleh para siswa dalam karnaval itu.

Itu sekilas suasana ramainya agustusan di sekolahan kala dulu. Belum lagi hajatan di kampung-kanpung yang biasanya bisa sampai seharian penuh. Tentu saja banyak perlombaan yang biasa diadakan oleh pemuda kampung untuk memeriahkan agustusan. Sebut saja panjat pinang, sepak bola, voli, dan aneka macam lomba meriah lainnya plus konser dangdut semalam suntuk dengan artis-artis yang dijamin tidak bakal mengecewakan hati.

Namun kemeriahan, kesumpringahan 17 agustusan sama sekali tidak terjadi di cairo tahun ini. Cairo yang dihuni sekitar ribuan mahasiswa dari belahan daerah di indonesia tampak adem ayem tanpa gawe apapun.

KBRI sebagai wadah induk mahasiswa juga tidak terdengar suaranya hingga kini. Atau mungkin aku saja yang tak mendengar heboh-heboh kegiatan mereka. Nyatanya memang cairo tetap sunyi tanpa rame-rame apapun. Kegiatan rutinan seperti biasa saja yang nampak menghiasi halaman bangunan megah KBRI itu. Pagi upacara dan setelah itu hanya ada kegiatan yang entah mereka selenggarakan untuk siapa karena faktanya memang sepi sosialisasi dan terkesan tidak niat sama sekali.

Kalau dulu dua tahun yang lalu saat bapak Bahtiar masih menjadi Dubes ada makan malam spesial buat mahasiswa bahkan sampai ada jemputan ke Garden City segala. Aku masih ingat betapa perutku dulu penuh dengan sate kambing yang disediakan oleh Pak Dubes. Yah...sekarang tinggal berharap saja mereka yang tinggal di Garden City tidak hanya memikirkan hidup mereka saja tapi sekali-kali mau membahagiakan mahasiswa cairo, toh mereka bisa duduk nyaman di sana juga karena mahasiswa.

0 comments:

Posting Komentar

 
;