Rabu, 03 September 2008

Cara Ber-Islam Indonesia yang “Childish”



Kemarin malam saat saya baru pulang dari salah satu kegiatan bersama teman-teman saya terkejut. Sebenarnya bukan terkejut tetapi lebih tepatnya terpingkal-pingkal karena heran. Saat itu sembari melepas lelah saya iseng-iseng membuka satu situs berita indonesia yang cukup terkenal dan bisa dipertanggungjawabkan kevalidannya. Ada satu berita yang saat itu cukup menarik perhatian mataku dan memaksaku untuk mendekatkan kursor mouse lalu membuka beritanya. Judul berita itu berbunyi “Polisi Tolak Pengaduan Penistaan Agama Bupati Purwakarta”.

Sekilas membaca judul berita tersebut, saya sudah yakin pasti berita itu sangat menarik apalagi akhir-akhir ini di Indonesia sana sedang marak isu penistaan agama. Saya mencoba menyiapkan muka serius untuk memulai mendengarkan rekaman video berita tersebut. Maklum saja karena biasanya hal-hal yang berhubungan dengan penistaan agama di negaraku Indonesia sana kerap kali akrab dengan kekerasan dan penghakiman sepihak oleh oknum-oknum tertentu. Namun tiba-tiba saja saya berubah menjadi terpingkal-pingkal saat mendengarkan rekaman video yang dipandu oleh seorang reporter cantik itu.

Tidak jauh berbeda memang dengan kasus-kasus sebelumnya. Mulai dari Yusman Roy, Lia Eden dan yang paling anyar Ahmadiyah. Disebutkan dalam berita itu sekelompok orang yang mengatasnamakan diri sebagai “Komunitas Umat Islam Purwakarta” melaporkan bupati Purwakarta ke polisi atas tuduhan penistaan agama. Tentu saja yang dimaksud di sini adalah penistaan agama islam karena mereka adalah komunitas umat islam. Sempat terjadi cekcok dan adu mulut antara komunitas tersebut dengan beberapa aparat keamanan yang mereka nilai lamban dan terkesan “ogah-ogahan” menanggapi pengaduan mereka, sebut reporter itu. Disebutkan juga di sana penyebab komunitas itu melaporkan bupati mereka sendiri ke polisi. Mereka mengatakan bupati telah menistakan agama Islam dengan mengatakan bahwa “alqur’an sama dengan suling”. Saya agak bingung dengan maksud mereka itu karena menurutku kata-kata itu masih sangat ambigu dan butuh banyak penjelasan.

Saya baru sadar dan paham sekaligus tertawa saat membaca berita dibawahnya yang masih ada hubungan dengan berita sebelumnya. Kali ini massa berunjuk rasa di kantor Bupati dan menuntut sang Bupati mengundurkan diri sekaligus meminta maaf kepada umat islam di Purwakarta dan di Dunia. Ada satu potongan rekaman statmen langsung yang berhasil diambil oleh sang reporter kepada salah satu perwakilan pengunjukrasa kala itu. Dia mengatakan “Bupati Purwakarta telah menghina islam dan alqur’an dengan mangatakan bahwa menurutnya suling dan gendang itu lebih bisa mendekatkan dirinya kepada Allah”. Pernyataan sang Bupati itulah yang kemudian dianggap oleh komunitas tersebut sebagai suatu penghinaan kepada agama islam. Menurut mereka itu bahkan manghina alqur’an karena menurut mereka umat islam dalam mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan menggunakan alqur’an.

Mendengar kata-kata sang pengunjukrasa itu terang saja saya langung tertawa terheran-heran. Menurutku ada beberapa kelompok umat islam indonesia yang sampai saat ini masih bertahan hidup dengan cara islam meraka yang “Childish”. Saya mengatakan itu sebagai suatu hal yang sangat kekanak-kanakan karena meraka terlalu mudah terpancing dengan satu kalimat yang bahkan menurutku sangat jauh dari kesan penistaan agama. Mungkin saja hal itu terjadi karena pemahaman mereka selama ini tentang islam yang agak konservatif dan terkesan sangat eksklusiv.

Coba anda perhatikan sekali lagi, apa yang salah jika seseorang merasa bahwa ia bisa merasakan lebih dekat dengan tuhannya ketika sedang mendengarkan musik instrument, atau ketika sedang menonton film religi, atau ketika sedang melihat keindahan pemandangan alam, atau ketika sedang bekerja keras. Bukankah itu hal yang sangat wajar dan saya kira sama sekali tidak ada hubungan dengan penghinaan terhadap alqur’an ataupun simbol-simbol lainnya dalam islam. Karena ketika kita merasakan lebih dekat dengan tuhan dalam keadaan tertentu itu bukan berarti kita meniadakan ataupun menghilangkan kesucian dan kesakralan simbol-simbol agama itu sendiri.

Benar bahwa dalam islam kita sangat dianjurkan melakukan ritual-ritual tertentu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Ada banyak ritual ibadah yang bisa kita lakukan untuk menuju pada tujuan itu. Diantaranya dengan membaca alqur’an, membaca dzikir, memperbanyak solat sunnah dan masih banyak ibadah lain. Tapi ada satu hal yang juga harus kita ingat bahwa itu semua sama sekali bukan berarti kita tidak diperbolehkan bahwa tidak dimungkinkan untuk bisa lebih dekat dengan Allah dengan perantara yang lain. Membaca alqur’an, berdzikir, melakukan solat sunnah itu hanyalah salah satu cara dan contoh yang diajarkan agama islam kepada kita. Selebihnya kita bisa bereksplorasi dengan hati dan akal kita agar bisa menuju kepada tingkat kekhusuan dan kemesraan yang lebih dan lebih dengan Allah disetiap langkah kita.

Ada banyak cerita dari tokoh-tokoh sufi islam pada zaman dulu yang bisa kita ambil pelajaran. Seorang sufi mengatakan ketika seseorang sudah berada pada tingkat kedekatan yang sangat tingi dengan tuhannya maka apa yang dia lihat dan rasakan semuanya akan hilang dan berubah menjadi tuhan. Dunia ini seakan dipenuhi dengan bayangan tuhan, aroma tuhan dan kebesaran tuhan. Saat mereka mendengarkan bunyi gemercik air mereka seakan merasakan kesejukan tuhan, saat mereka melihat indahnya panorama alam semesta dia seperti sedang melihat kebesaran tuhan, dan sangat mungkin saat dia mendengarkan bunyi-bunyian musik mereka seakan mendengarkan alunan kasih sayang tuhan didalamnya. Itulah gambaran betapa tuhan tidak bisa dibatasi hanya dengan sesuatu hal tertentu.

Tuhan bisa kita dekati dengan banyak hal bukan hanya saat kita beribadah saja. Bukankah alam semesta ini merupakan salah satu bukti kebesaran tuhan? Lalu mengapa kita tidak bisa mendekati tuhan dengan membaca ayat-ayat tuhan yang berupa alam semesta ini [?]. Bukankah indahnya suara musik itu juga merupakan karya tuhan yang dititipkan melalui manusia? Lalu mengapa kita terhalangi untuk bisa mendekatkan diri dengan musik [?]. Saya kira semuanya sama dalam kedudukan dan posisinya sebagai sebuah alat, sebagai sebuah instrumen. Dan kesucian, kesakralan serta kehormatan alqur’am serta alat-alat lain dalam islam tidak akan berkurang dan tercederai ketika kita merasa dapat lebih mendekatkan diri dengan tuhan melalui alat yang lain. Tuhan tidak pernah mengharuskan kita untuk mendekatkan diri kepadaNya hanya dengan membaca alqur’an saja. Tuhan hanya meminta kita untuk selalu ingat dan mendekatkan diri kepadaNya dalam keadaan apapun dan dalam suasana apapun.

Ironisnya adalah ketika pemahaman yang sempit itu diikuti dengan sikap kekanak-kanakan yang lain. Sangat disayangkan tatkala ada beberapa kelompok yang sangat mudah terpansing emosi dan mudah terprofokasi oleh oknum-oknum tertentu ketika ada satu isu tentang islam. Saya harus mengakui bahwa ini sebenarnya juga bukan sikap yang terlalu buruk. Karena itu juga membuktikan betapa tingkat militansi dan kesetiaan umat islam sangat tinggi kepada agamanya sendiri. Namun yang sangat disayangkan adalah ketika pemahaman mereka yang terkesan terburu-buru kemudian salah meraka topang dengan sikap anarkis yang membabi-buta. Tentunya kita masih sangat ingat bagaimana pedihnya tragedi monas antara dua kelompok islam yang sebenarnya tidak perlu terjadi jika kita mau bersabar dan menanggapi semua masalah dengan hati yang tenang.

1 comments:

Anonim mengatakan...

hoho....say NO to Islam Preman...percobaan koment :D

Posting Komentar

 
;