Minggu, 09 September 2007

Ramadhan Terapi Wajib dari Tuhan


Suatu ketika seorang pasien pergi ke seorang dokter untuk melakukan ceck up kesehatan. Setelah panjang lebar pasien menceritakan gejala-gejala penyakitnya seperti biasa sang dokter kemudian memberikan secarik resep bertuliskan beberapa jenis obat yang harus diminum oleh sang pasien selama beberapa minggu. Agar si pasien benar-benar sembuh dari penyakitnya sang dokterpun menyarankan si pasien menghindari beberapa hal sebagai pantangan dan menyarankan pasien agar memperbanyak melakukan olahraga, memperbanyak minum air mineral, makan sayur-sayuran, dan mengkonsumsi makanan yang berprotein tinggi.
Seperti itulah sebenarnya gambaran dari ritual puasa yang selama ini kita lakukan. Allah kita ibaratkan sebagai seorang dokter yang memberikan resep dan obat kepada pasiennya. Allah sebagai seorang dokter juga yang memerintahkan pasien untuk melakukan beberapa hal dan menghindari beberapa hal agar penyakit pasien bisa cepat sembuh. Ritual puasa dengan menahan lapar dan haus mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari kita ibaratkan sebagai obat yang tertulis dalam resep dokter. Sedangkan saya dan anda sekalian adalah pasien-pasien yang mendapat terapi wajib dari tuhan. Tentunya anda dapat menebak penyakit apa saja yang biasanya kita derita.
Ramadhan adalah bulan yang dijadikan oleh Allah sebagai bulan wajib cekc up bagi para umatnya. Ramadhan adalah saat yang tepat untuk memeriksakan penyakit-penyakit hati kita dan kemudian mengobatinya. Oleh karena itu sebelum memasuki bulan Ramadhan seharusnya kita mulai mendiagnosa penyakit hati kita karena terkadang kita tidak sadar di dalam hati kita banyak sekali penyakit. Itulah yang nanti akan menjadi tolak ukur kesuksesan ibadah puasa kita yaitu seberapa jauh puasa yang kita lakukan selama bulan Ramadhan dapat mengobati penyakit-penyakit hati yang selama ini kita derita. Puasa seseorang akan dikatakan berhasil apabila setelah bulan Ramadhan seorang terlepas dari penyakit sombong, dengki, hasut, angkuh, malas, suka menentang Allah, kebanyakan ma’siyat, dan lain sebagainya. Kemudian berubah menjadi seorang yang ramah, taat kepada Allah, rendah hati, penolong, hingga pada klimaksnya ia benar-benar telah sampai pada tujuan puasa itu sendiri yaitu menjadi orang yang takut kepada Allah seperti disebutkan dalam al-qur’an “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
Kemudian bagaimana caranya agar kita benar-benar bisa sembuh dari penyakit-penyakit tersebut?. Tentunya tidak bisa hanya dengan menahan lapar dan haus saja ibarat seorang yang hanya meminum obat tanpa menjalankan nasihat dan menjauhi pantangan dokter. Begitu juga kita sebagai pasien Allah selain meminum obat yang berupa ritual puasa (menahan lapar dan haus) kita juga harus menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi pantangan-pantangan yang diberikan Allah di bulan Ramadhan.
Mengapa di bulan Ramadhan ini Allah menganjurkan umatnya agar mengisi hari-harinya dengan memperbanyak ibadah, beramal shaleh? Semua itu tidak lain dan tidak bukan adalah agar penyakit yang kita derita dapat cepat sembuh. Di bulan Ramadhan Allah mengajak kita untuk lebih peka dengan fakir miskin itulah mengapa Allah menganjurkan kita untuk banyak bershodaqoh. Kita diajak untuk mengatur waktu kita sebaik mungkin agar terbebas dari kemalasan itulah mengapa Allah menganjurkan kita agar selalu melaksanakan salat berjama’ah. Allah menganjurkan kita untuk memperbanyak waktu berdzikir mengingat Allah agar kita terbebas dari penyakit kita selama ini yang sering lupa akan Allah. Kita dianjurkan untuk solat malam, banyak membaca al-qur’an agar kita terbiasa mentaati perintah Allah dan berhenti dari kebiasaan kita yang sering menentang Allah.
Akan tetapi yang tidak kalah penting dari semua itu adalah proses setelah penyembuhan. Tentunya Allah tidak mengharapkan setelah selesai dari terapi bulan Ramadhan ini penyakit kita kambuh kembali. Bulan Ramadhan berakhir bukan berarti proses penyembuhan kita telah selesai. Akan tetapi kita dituntut untuk terus melanjutkan apa yang telah biasa kita lakukan di bulan Ramadhan. Layaknya seorang pasien yang telah habis obatnya tentunya ia akan tetap melakukan saran-saran dokter dan menjauhi pantangan-pantangan kalau si pasien itu tidak ingin penyakitnya kumat kembali.
Menarik memang saat kita menjadikan pengobatan dokter sebagai perumpamaan dari inplementasi perintah shaum Allah kepada umatnya. Kenyataannya memang keduanya mempunyai banyak persamaan. Setidaknya dari perumpamaan tersebut kita dapat menghayati lebih dalam apa sebenarnya tujuan dari puasa, mengapa Allah mewajibkan umatNya berpuasa di bulan Ramadhan. Jika kita mengerti arti dari semua itu maka kita akan bersyukur dan berterima kasih kepada Allah karena Allah telah memberikan satu bulan khusus untuk kita memperbaiki diri dan mengobati penyakit-penyakit hati kita. Bahkan di dalam sebuah hadits diceritakan nabi Muhammad menangis tersedu-sedu saat akhir bulan Ramadhan ketika seorang sahabat memberanikan diri bertanya kepada nabi mengapa ia menangis, apa jawaban nabi? Beliau bersedih karena bulan Ramadhan akan segera berakhir padahal belum banyak hal yang beliau lakukan, seandainya orang-orang tahu tentang kemuliaan bulan Ramadhan mungkin semua orang akan meminta Allah agar menjadikan semua bulan menjadi Ramadhan.
Tidak sedikit orang yang mengartikan puasa hanya sebatas ritual menahan lapar dan haus atau menahan syahwah al-batn wa al-farj dari matahari terbit hingga terbenam kembali. Orang-orang yang memaknai Ramadhan hanya sebatas menahan lapar dan haus ibarat seorang yang sedang sakit kemudian ia meminum sembarang obat tanpa resep dari dokter. Sebagai seorang pasien jika kita ingin penyakit kita cepat sembuh maka kita harus mematuhi apa yang di perintahkan oleh dokter dan menjauhi larangannya. Jika kita hanya meminum obatnya saja tanpa petunjuk dokter maka yang terjadi tentu akan sia-sia saja. Coba perhatikan di setiap obat yang anda beli dari apotik pasti akan tertulis kata-kata “harus dengan resep dokter”. Begitupun dengan sang shoim yang hanya menahan lapar dan haus saja tanpa menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi apa yang dibenci Allah maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali hanya rasa lapar dan haus saja apalagi sembuh dari penyakitnya. Hal ini sesuai sekali dengan sabda nabi Muhammad dalam sebuah hadits rubba saimin laisa lahu illa al-ju’i wa al-‘athosyi.

0 comments:

Posting Komentar

 
;