Minggu, 23 Desember 2007

Menghormati Kesakralan Azhar


Setiap awal bulan ke 12 mahasiswa di cairo pasti mulai dilanda pusing dan risau. apalagi mahasiswa yang bertempat tinggal di luar asrama. Mereka harus siap-siap uang tambahan buat mensuplai beasiswa yang tawaquf alias ditangguhkan selama beberapa bulan. Tapi kerisauan itu mungkin tak seberapa bila dibandingkan dengan hajad besar yang mereka hadapi setiap bulan desember. Apalagi kalau bukan ujian awal term.
Bulan desember memang sering kali dibenci para mahasiswa. Soalnya di bulan ini pula biasanya bertumpuk-tumpuk tugas dan kewajiban harus dilakukan mahasiswa. Mulai dari mengurus visa yang sudah hampir limited, mengatur jadwal kuliah, mikirin uang rumah, mentajdid beasiswa dan masih banyak lagi tugas di sana-sini. Belum lagi biasanya di bulan desember adalah puncaknya musim dingin. Maka tidak aneh kalau banyak mahasiswa selalu menyambut awal bulan desember dengan sebuah lagu...."desember kelabu...".
Kalaupun ada yang paling ditakuti dari bulan desember tentu saja itu adalah ujian awal term. Hampir semua mahasiswa sibuk mencari tahdid dan diktat kuliah dari duktur di kampus. Tapi tidak sedikit juga yang memilih tetap di rumah sambil pegang telepon. Dari si A sampai si Z diabsen semua untuk sekedar mencari tahdid. Sungguh unik kuliah di al-Azhar ini.
Konon kata orang-orang yang sudah lama kuliah di Azhar, ujian di sini tidak hanya mengandalkan kecerdasan otak saja. Menurut cerita sebagian orang tua, ada factor "X" yang terkadang berperan dalam hasil ujian mahasiswa Azhar. Tentunya factor "X" yang dimaksud bukanlah manipulasi nilai atau sogok menyogok seperti yang terjadi sewaktu ujian SMA dulu. Akan tetapi yang dimaksud oleh para orang tua itu adalah factor keberuntungan ataupun kebarokahan Azhar.
Untuk sekadar memperkuat kebenaran factor "X" tersebut mereka biasanya akan membeberkan beberapa kasus yang terjadi pada beberapa mahasiswa di negeri kinanah ini. Mulai dari kasus mahasiswa cerdas yang harus ngulang sampai beberapa tahun sampai kasus mahasiswa badung yang bisa lolos tiap tahun dengan nilai memuaskan.
Terlepas dari benar tidaknya factor "X" tersebut saya sebagai salah satu manusia yang kebetulan juga kuliah di kampus Muhammad Abduh ini tetap yakin bahwa apapun hasil yang didapatkan seseorang itu semua adalah hasil dari kerja keras dirinya sendiri. Seorang yang naik dengan nilai bagus tentu saja adalah hasil belajar dia selama ujian berlangsung. Dan seorang yang kebetulan belum naik pastilah juga karena ada beberapa hal dalam usaha dia yang kurang maksimal. Kalimat ini tentu saja bukan saya maksudkan untuk tidak mempercayai takdir Allah kepada hambanya. Namun ini lebih sebagai argument realistis yang menurut saya memang selayaknya didahulukan sebelum menyerahkan alasan terakhir kepada takdir Allah. Allah memang berhak menentukan hasil apapun untuk setiap hambanya tapi itu terjadi setelah hambanya melakukan kerja keras dan memperlihatkan kemauannya kepada Allah sang pemberi keputusan akhir. Kepercayaan seperti ini mungkin penting agar seorang tidak lantas mengadukan semuanya kepada Allah ketika tiba-tiba ia mendapat hasil yang kurang memuaskan. Pun juga sebaliknya agar seorang yang mendapat hasil bagus tidak lantas berjumawa sesuka hati sampai lupa bersyukur kepada tuhannya.
Karena pada dasarnya hasil yang didapat seseorang pasti akan berbanding lurus dengan apa yang ia lakukan. Bukan hanya takdir tuhan tapi bukan juga an sich karena kekuatan manusia. Seperti halnya tidak cukup hanya dengan kata-kata "bi ttaufiq" atau "rabbuna ma'ak" saja akan tetapi harus didukung dengan sebuah persiapan yang matang dan strategi yang jitu.
Akan tetapi meskipun kita harus realistis menanggapi factor "X" tersebut, menurutku ada satu hal yang selama ini tidak akan bisa terlepas dari seorang mahasiswa. Dan tidak boleh dianggap. Factor itu adalah kesakralan Azhar yang memang selalu muncul pra ujian. Bukan pemandangan aneh bila mendekati ujian tiba-tiba ada yang rajin puasa senin kemis, atau tiba-tiba tidak pernah absent jamaah di masjid bawah 'imarah. Hal itu wajar bahkan menurutku sangat wajar. Karena kepekaan emosi pasti akan selalu mengantarkan seseorang untuk mendekat kepada tuhannya disaat seseorang butuh pertolongan.
Akan ada ketenangan tersendiri saat kita mengurangi kegiatan kita demi sebuah ujian. Meskipun kita tidak atau belum melakukan apa-apa untuk persiapan ujian di akhir bulan. Atau mungkin lebih tepatnya dibutuhkan persiapan mental untuk menyambut ujian Azhar. Bayangkan saja mengikuti ujian selama hampir satu bulan pasti akan sangat menyita emosi setiap mahasiswa. Wajar jika mental sangat berperan penting dalam kesuksesan akademis mahasiswa Azhar.
Buktinya hampir diseluruh lembaga kajian dan keorganisasian meliburkan aktifitasnya diawal bulan desember. Semuanya tutup kegiatan dan mahasiswa lebih memilih menenangkan diri di rumah masing-masing. Itu setidaknya sebuah bukti bahwa sangat penting menyiapkan mental untuk sebuah ujian di kampus para Syeikh ini.
Yang biasanya sering jalan mungkin akan mengurangi jadwal jalan mereka, yang biasanya sibuk di organisasi mungkin akan mengurangi aktifitas mereka, dan yang biasanya berchating ria mungkin juga sebaiknya mengurangi jadwal chatingnya demi menghormati kesakralan Azhar.

0 comments:

Posting Komentar

 
;